Cerita penghilang bosan Maafkan aku Hana Ep 2
Maafkan aku Hana Ep 2
by Chacha Asmad
SD Sultan Hasanuddin 1 Makassar nampak bahagia melihat para
siswa-siswi berlarian, bermain petak umpet, bermain bola dan bermain kelereng. Ada
juga yang hanya sekedar mengobrol sambil menikmati jajanannya, makan roti,
qtela barbaqiu, taro juga kripik. Di sisi lain, SD itu merasa sedih melihat
seorang siswi yang hanya duduk diam membaca komik tanpa ekspresi dalam kelas
yang paling sudut.
“Ndut, krempeng…kita masuk ke kelas yuk!”
“Aku punya nama, Nur Aisyah, panggil dengan namaku dong,
Item!”
“Ih…kenapa kamu menyebut aku seperti itu? Namaku Nirmala tau”
“Salah sendiri kamu yang duluan, ayo kita masuk,” ajak siswa
berbadan gendut, sambil makan krupuk singkong ia berjalan di depan kedua
temannya yang masih bergulat mata.
Siswi dalam kelas yang dituju mereka masih belum bergerak
satu derajat sedikitpun. Bahkan suara angin yang berhembus kencang dari jendela
di sudu belakang kelas tak membuatnya penasaran untuk memandang. Jendela itu
tidak punya kaca, karena baru saja dipecahkan salah seorang siswa saat bermain
bola dua hari yang lalu. Pihak sekolah ingin mengganti, tapi demi menertibkan
hukum juga agar para siswa lebih berhati-hati bermain dan menjaga fasilitas
yang ada, siswa yang berbuat ulah harus menggantinya. Sayang, sampai saat ini
orang tua siswa itu masih belum datang ke sekolah.
“Nah kita duduk di sini saja,” mereka tepat duduk sejajaran
dengan siswi berambut panjang dengan poni menutupi kelopak matanya.
“Hei kalian tau tidak kemarin itu aku sangat bahagia,” tangan
Syahraeni membentuk lingkaran.
“Apa yang membuatmu bahagia?” siswi dengan rambut sebahu itu
tersenyum sambil memiringkan bibirnya dengan sombong, ”aku diajak bermain sama
mama papa, menikmati semua fasilitas rekreasi di Ancol, keren kan,” ia menatap
teman-temannya satu persatu dengan mata membanggakan diri.
“Yah, itu pantas didapatkan bagi seorang anak yang tidak
pernah merasakan liburan keluarga setiap minggunya, ehm…dan aku lebih bahagia
karena diajak berlibur ke leang-leang, menikmati indahnya telaga bidadari.
“Hei aku lebih bahagia, karena kemarin aku mencicipi semua
kuliner di MP,” kedua temannya menatap heran, tapi siswa berbadan lebih besar
dari mereka itu tak menghiraukan, kripik singkong lebih menarik perhatiannya
lidah dan matanya.
“Ya ampun, kirain kamu ngapain, huff,” Nur menghela napas
panjang.
“Dasar tukang makan, tiada yang lebih indah dari karbohidrat
yang menggelinding diperut buncitmu itu,” Nur memicingkan mata kepadanya,”
jangan berkata seperti itu, kamu mau membuat ibu singa yang tertidur mengamuk?
Laila bisa marah lho,” Nirmala geleng-geleng kepada dengan muka kesal.
“Dengar yah bahagia itu sesuatu yang sudah lama diinginkan
tapi baru didapatkan, bukan makanan,” Nur menggeleng, “salah bahagia itu di
saat yang hal disukai berulang,” Laila meremas plastik kripiknya, “bahagia itu
makanan dan sekarang kripiknya sudah habis,” Laila merengek tapi kedua temannya
malah menghadap ke arah tepat di mana siswi yang keberadaannya tak tercium di
hidung mereka bertiga
“Dia tidak nampak bahagia!” Nur memandangi tanpa kedipan,”
kalau begitu ayo mengajaknya berteman, itu mungkin kebahagiaannya,” Laila
mengangguk, tapi Nur masih ragu dengan ucapan temannya yang paling tinggi di
antara mereka.
“Tunggu apa lagi, ayo menghampirinya,” Kedua temannya
berpandangan, “kenapa tidak panggil saja namanya sebagai salam, “Nirmala
bengong, “aku tidak tau, memang kalian berdua tau,” Laila dan Nur menggeleng.
Di antara tiga puluh orang siswa, tidak ada yang mengingat
namanya. Guru saja jarang menyebut namanya saat di absen, jika sudah tau
muridnya itu hadir dalam kelas, ia tak memanggil namanya lagi. Ia juga tidak
punya prestasi yang membuatnya dikenang, bahkan tak ada yang berani
mendekatinya karena takut. Matanya bulat, hidungnya pun mancung, bibirnya
tipis, pipinya tirus ditambah dengan kulitnya yang putih membuatnya tampak
cantik. Tapi ia hanya punya satu ekspresi, tatapan ingin menyerkam juga rambut
yang tebal hingga membuat tubuhnya merangsek.
Komentar
Posting Komentar